Masih banyak Puskesmas yang mengalami kendala dalam pengelolaan keuangan BLUD. Salah satunya adalah Puskesmas Buahdua Kab. Sumedang yang hadir di Pelatihan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD Puskesmas bersama Syncore. Kendala yang dihadapi oleh puskesmas buahdua, diantaranya adalah sumber daya manusia yang tidak mumpuni, aset, payung hukum yang belum ada karena masih dalam penyusunan. Sebenarnya, puskesmas buahdua sudah melakukan dua kali pelatihan. Pelatihan yang pertama bersama kementrian kesehatan membahas mengenai unit cost. Pelatihan yang kedua bersama BPKP Jawa Barat tentang pembuatan tata kelola dan strategi bisnis. Dan pada pelatihan itu puskesmas kabupaten Sumedang dibapaksa untuk menjadi BLUD.Bendahara BLUD yang merangkap menjadi bendahara penerimaan dan pengeluaran memaparkan kendala yang dihadapi, diantaranya : bendahara belum pernah mengikuti pelatihan BLUD tetapi harus membuat RBA, diberi aplikasi tetapi tidak diberikan cara pengoperasiannya dan seluk beluknya, beberapa pertemuan yang pernah dilakukan tidak banyak berpengaruh karena belum pahamnya terhadap apa yang disampaikan, keteteran saat membuat SPJ, dan sampai saat ini RBA puskesmas buahdua sudah jadi tetapi mencontoh puskesmas lain karena yang membuat RBA dan RKA adalah bendahara.Staf bendahara berharap dengan mengikuti pelatihan ini, beliau dapat mengerti dan memahami mengenai pola pengelolaan keuangan puskesmas. Dan bisa membantu lebih banyak di puskesmas buahdua. Karena beliau baru beberapa bulan bekerja di puskesmas tersebut. Walaupun baru, beliau memiliki keunggulan karena berlatar belakang akuntansi yang akan lebih mudah mengerti mengenai pelatihan ini. Timbul pertanyaan dari bendahara puskesmas menganai : bagaimana pejabat teknis seharusnya membantu BLUD? Dan apa tanggungjawab dari pejabat pengelola keuangan? Bapak Rudy menjelaskan mengenai alasan puskesmas dan Rumah Sakit dibapaksa menjadi BLUD. Salah satunya karena BPJS diberikan kebijakan mentransfer langsung dananya ke puskesmas. Keuangan dibagi menjadi 2, yaitu : keuangan negara dan keuangan privat. BPJS termasuk keuangan negara dan harus tunduk pada UUD negara termasuk dalam penggunaan harus ada dalam APN atau APBD. Jadi setiap keuangan negara harus mengikuti siklus pengelolaan negara kecuali BLUD. BLUD diibaratkan seperti ambulance, yaitu diberikan fleksibilitas. Muncul perpres dan permenkes tentang penggunaan dana kapitasi seperti layaknya BLUD. Kenapa menjadi BLUD? Karena alasan keamanan. Belum ada pengelola BLUD yang masuk tindak pidana korupsi. Beliau memaparkan bahwa pegawai yang menangani masalah BLUD belum ada yang terkena pidana korupsi karena keamanan dari BLUD itu sendiri. BLUD bisa meminjam terlebih dahulu baru diproses. Menurut Bapak Rudy, suatu hal yang baik jika puskesmas buahdua Sumedang dibapaksa untuk menjadi BLUD karena alasan keamanan. Akreditasi atau BLUD terlebih dahulu? Jawabannya adalah BLUD terlebih dahulu karena mudah mempelajari dan fleksible. Sedangkan akreditasi tidak semudah BLUD. Bapak Rudy menjelaskan dengan sebuah ilustrasi. “Lebih dahulu mana mengendarai mobil sampai lancar atau membuat SIM?” Sebaiknya membuat SIM terlebih dahulu. Agar saat berlatih mengendarai mobil terjadi kecelakaan tidak menjadi 2 kesalahan. Karena dia menabrak dan karena dia tidak memiliki SIM, kerugiannya (kesulitan) akan 2 kali lipat. Sama seperti itu, BLUD terlebih dahulu setelah sudah berjalan baik, baru diakreditasi. Awalnya pasti akan terasa sulit. Tapi semakin lama akan semakin mudah jika memahami dasar BLUD dan dapat menerapkannya.Bapak Rudy menuturkan bahwa BLUD merubapakan makhluk yang hidup di 2 alam, yaitu sebagai UPTD dan SKPD yang diberi fleksibilitas. Perbedaannya hanya saat membuat RBA dan RKA, selebihnya sama seperti sebelumnya. Beliau juga memberi pernyataan bahwa fokus atau tolak ukur puskesmas adalah peningkatan pelayanan. Pada awal akan menjadi BLUD, pimpinan BLUD diberikan dokumen kesanggupan meningkatkan pelayanan. Karena yang diuji BLUD bukan dokumen tetapi pejabat BLUDnya. Nilai BLUD puskesmas buahdua Sumedang sudah 80%, yang berarti BLUD penuhBapak Rudy menjelaskan tentang perbedaan pencairan dana BLUD dan sebelum BLUD. Dan disinilah fleksibilitas BLUD terlihat. Karena pada BLUD dapat menggunakan dana terlebih dahulu baru memprosesnya. Kuncinya satu, setiap dana yang dibapakai harus ada di RBA. Yang tidak boleh dilanggar di BLUD adalah jangan mengeluarkan dana yang tidak ada di RBA. RKA hanya belanja pegawai, belanja barang jasa dan belanja modal. Jangan sampai angka lebih dari RKA + ambang batas 10%Peserta menjelaskan tentang kebingungan yang dihadapi. Pasalnya, puskesmas sudah membuat 2, yaitu yang BLUD dan yang sebelum BLUD. Tetapi saat melaporan triwulan ke DPKAD, tetapi salah. Pihak DPKAD menyalahkan pada neraca, tetapi saat Ibu Wawang menanyakan neraca yang mana yang salah, tetapi dari pihak dinas tidak paham dimana tepatnya kesalahannya.Narasumber memaparkan bahwa RBA dirubah saat RKA juga dirubah. Karena pada dasarnya angka RBA sama dengan RKA. Penilaian akan aman saat diaudit hasilnya adalah wajar tanpa pengecualian. Beliau menjelaskan mengenai ambang batas 10% yang sebenarnya tidak ada ketentuan. Jawabannya jika ambang batas lebih dari 10%, yaitu mengenai silfa. Silfa boleh digunakan sebesar RBA tahun lalu. Seharusnya ada peraturan bupati tentang penggunaan silfa. Karena semakin tahun, silfa akan semakin besar. Mekanisme hutang bisa dibapakai dengan menggunkan dulu baru mengganti. Satu – satunya yang boleh berhutang adalah BLUD.Pertanyaan yang disampaikan peserta berikutnya,“kami menyerahkan SPTJ dilakukan triwulan. Kemarin belum ada tanda tangan PPKD. Mungkin karena ada yang belum benar. Bagaimana menurut Babapak?” Dengan tegas Bapak Rudy menjawab “harus ada tanda tangan PPKD kalau tidak nanti saat diaudit akan kena. Dan yang akan menyimpan SPTJ atau dokumen adalah puskesmas. Objek audit adalah laporan keuangannya. Laporan BLUD adalah laporan SAK. Laporannya diaudit tahun ke-3 perjanjian tidak tertulis”.Kepala puskesmas menanyakan mengenai penyusunan SOPnya sama atau berbeda? Bapak Rudy langsung menjawab seharusnya sama, karena satu kabupaten dan peraturan bupati. Walaupun ada beberapa yang berbeda tergantung puskesmas daerahnya.Bapak Rudy menjelaskan tentang pola tata kelola,yaitu peraturan bupati yang berisi tentang pasal-pasal (PERBUP). Peraturan mengenai format – format, seperti RBA 3 BAB atau 5 BAB, format laporan SKA. PERBUP sangat cocok sebagai payung hukum. Pengaturan barang dan jasa adalah bukan membuat peraturan baru tetapi membuat pengecualian. PERDA mengatur tupoksi pukesmas, kalau tarif cukup menggunakan peraturan bupati. Tantangan terbesar BLUD adalah manajemen puskesmas dituntut untuk berfikir enterpreanur.Narasumber menjelaskan tentang struktur organisai BLUD beserta beberapa tugasnya sekaligus menjawab pertanyaan dari bendahara puskesmas :1)Pemimpin BLUD tugasnya : Membuat RSBMenyiapkan RBA tahunanMengusulkan calon pejabat keuangan dan teknis dengan ketentuan yang berlakuMenyampaikan pertanggungjawaban2)Pejabat keuangan tugasnya : Mengkoordinasikan penyusunan RBAMenyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU3)Pejabat teknis : Menyusun perencanaan kegiatan teknis Melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBAMempertanggungjawabkan kinerja operasionalBapak Rudy menjelaskan mengenai aplikasi dengan memberi tahu tentang aplikasi yang ada di Syncore demo.blud.co.id. Beliau juga memberikan timetable untuk BLUD. RBA maksimal disahkan pada 31 Desember. Beliau juga menjelaskan mengenai program RBA agar peserta lebih memahami tentang program yang ada di dalamnya, seperti program utama, program pendukung, dan program pengembangan. Karema banyak orang yang sulit untuk memetakan 3 program ini.Narasumber menjelaskan skema penyusunan program RBA. Bahan utama RSB adalah orang bisa bicara tentang GAP. Di RSB bagaimana menemukan peluang dengan kekuatan yang ada. Puskesmas mempunyai peluang untuk dapat lompatan yang luar biasa, oleh karena itu dijadikan BLUD. Di setiap tempat pasti ada masalah. Bapak Rudy menceritakan tentang desa terpencil yang ada di Bantul, desa yang mayoritas penduduknya orang miskin yang letaknya terpencil. Tetapi dari desa yang terpencil itu, mereka dapat melayani seluruh warganya dengan baik karena penggunaan aplikasi yang sudah dapt diimplementasikan dan sistem tersebut sudah terintegrasi. Oleh karena itu, desa terpencil itu banyak dikunjungi dari kemendagri dan dijadikan objek studi banding. Karena dari sesuatu yang biasa menjadi luar biasa tergantung perspektifnya.Bapak rudy menjelaskan mengenai struktur biaya BLU ynag terbagi menjadi 3, yaitu : biaya pelayanan,biaya umum & administrasi, biaya non-operasional. Harapannya, puskesmas buahdua kabupaten sumedang dapat mengelompokan ke 3 jenis biaya karena ada staf yang mumpuni karena latar belakang akuntansi. Beliau menjelaskan mengenai konsolidasi biaya versus belanja.Beliau menunjukkan flowchart mengenai penetapan RBA menjadi DPA. Tidak lupa beliau menjelaskan mengenai 11 muatan yang ada di RBA dan isi dari RBA. Bapak rudy menanyakan kendala apa atau adakah pertanyaan mengenai RBA kepada peserta pelatihan. Beberapa pertanyaan menegnai kasus yang ada di lapangan sudah dilontarkan. Dijawab dengan baik oleh narasumber dengan melihat latar belakang puskesmas.Setelah penyusunan RBA, Bapak Rudy masuk ke pembahasan tata kelola. Sistematika pengelolaan keuangan. Tata usaha di RS tidak diPERGUBkan karena levelnya adalah SOP. Kalau puskesmas, diPERGUBkan agar di seluruh daerah formatnya atau pemahamannya sama. Harapannya tentang sistematika pengelolaan keuangan dapat dipahami dan dilaksanakan agar dapat berjalan lebih baik. Beliau menambahkan untuk standarnya, uang kas itu tidak boleh dipegang 1x24 jam. Peserta memberikan pendapat tentang standar uang kas dipegang. Beliau menjelaskan, bahwa karena pendapatan puskesmas cukup rendah jadi penyetoran uang dilakukan setelah minimal nominal mencapai Rp 100.000,- atau paling lama dalam seminggu. Bapak Rudy langsung menambahkan bahwa surat tanda setoran (STS) per minggu saja karena pendapatan yang tidak besar. Membuat SPTJ menggantikan bukti keluar masuk uang. Dan dokumen asli harus selalu ada di puskesmas. Karena nanti pasti akan ditanyakan oleh audit. Jika RBA sudah dibuat, maka SPTJ tinggal pengaplikasiannya dan pertanggungjawaban saja.BLUD harus ada SPI (harus ada orang yg bukan dari keuangan dan kepala SPI). Tugasnya adalah meneliti aspek keuangan, aspek kinerja dan aspek kepatuhan. Tugas SPI adalah menemukan temuan sebelum ditemukan audit.
Kegiatan hari kedua bersama Puskesmas Buahdua Kab. Sumedang dimuali dengan review hari pertama. dr. H. Aep Dadang Hamdani, MM.Kes sebagai kepala puskesmas buahdua mencoba mereview materi hari pertama. Beliau menekankan bahwa materi hari pertamasangat mesdri.ntu para peserta untuk memahami mengenai BLUD lebih spesifik tentang RBA. Harapannya, hari ini beliau lebh dapat memahami lagi cara menyusun RBA. Terutama bendahara dan staf akuntan harus lebih paham lagi mengenai penyusunan RBA.Narasumber hari kedua adalah bapak Niza Wibyana Tito S.Kom., M.Kom. yang menjelaskan mengenai paradigma yang salah yaitu jika sudah menjadi BLUD maka APBD dikurangi sangat banyak. Operasional jadi terhambat karna kurangnya pendapatan yang awalnya ditopang APBD tetapi setelah BLUD dilepas. Beliau memaparkan bahwa awal mulanya BLUD untuk SKPD atau RSUD. Bapak Tito (panggilan narasumber) menunjukkan contoh PERGUB Bantul yang sudah lengkap. Yang bertanggungjawab membuat atau meyusun PERGUB adalah BLUD untuk disahkan oleh bupati.Beliau juga menjelaskan mengenai latar belakang & tata aturan BLUD. Narasumber menjelaskan mengenai pejabat BLUD yang terkait tentang pembuatan BLUD dan yang bertanggungjawab atas BLUD. Narasumber menunjukkan cara menyusun RBA yang benar dan menunjukkan sistematika yang ada di RBA. Peserta mendengarkan dengan seksama sekaligus menampilkan materi di laptop mereka masing – masing untuk dapat mengikuti dan memahami lebih baik. Bapak Tito menjelaskan mengenai struktur biaya BLUD. Bapak Tito menuntun peserta untuk memetakan akun dibantu oleh Sdri. Nilawati sebagai pendamping. Setelah itu beliau menuntun peserta untuk memasukkan angka dari akun – akun tersebut dalam aplikasi. Bapak Tito meminta peserta untuk menginput data dengan cara membagi tugas apa yang akan diinput. Beliau menjelaskan mengenai silfa. Peserta melakukan komunikasi dengan narasumber mengenai pendapatan dan tentang kasus yang dihadapi oleh puskesmas buahdua.Setelah beberapa tentang RBA telah selesai, maka narasumber masuk ke penatausahaan dan keuangan yang berfokus pada pendapatan dan pengeluaran sebelum masu ke praktik penyususnan laporan keunagn SAK.Narasumber menjelaskan mengenai dokumen pendukung untuk penyusunan laporan keuangan. Bapak Tito memaparkan mengenai pendapatan yang terbagi menjadi 3,yaitu : tunai, non tunai, dan klaim piutang. Setelah itu Bapak Tito menjelaskan menggunakan aplikasi dan diikuti oleh seluruh peserta yang didampingi oleh Sdri. Nilawati. Bapak Tito memandu peserta untuk memberi tahu tentang pendapatan BKM jasa peayanan tunai terlebih dahulu untuk diinput ke aplikasi. Kemudian Bapak Tito meminta peserta untuk mempraktikkan dengan menggunakan data yang ada. Dari sini, mereka diminta untuk input data masing-masing.Selanjutnya Bapak Tito menjelaskan mengenai BKM non tunai dan peserta diminta untuk input. Perbedaannya hanya pada memilih bank saja. Dan yang terakhir tentang klaim. Beliau menjelaskan dengan hati-hati karena klaim termasuk sedikit lebih ribet dibandingkan dengan BKM jasa pelayanan lainnya. Beliau menjelaskan bahwa pendapatan di luar dari PAGU. Setelah pendapatan, kali ini Bapak Tito melajutkan dengan pengeluaran. Beliau menjelaskan tentang alur pengeluaran. Sekaligus menuntun peserta untuk mengaplikasikan angka pengeluaran pada sistem. Beliau juga memberikan penjelasan mengenai aplikasi yang dipunya syncore untuk mempermudah membuat laporan keuangan. Bapak Tito juga memberikan harapan kepada puskesmas buahdua supaya dapat menjadi rujukan dan lebih baik lagi.
Pada Sabtu, 22 April 2017 SYNCORE mengadakan workshop bertemakan “Persiapan Akreditasi Puskesmas” di Ruang Abimanyu III, Hotel Grage Yogyakarta.Kegiatan tersebut dinarasumberi oleh drg. Hunik Rimawati, seorang praktisi akreditasi dari Dinkes Kab. Kulon Progo.Ada hal yang istimewa disini. Sebelum memaparkan materi mengenai akreditasi, drg. Hunik Rimawati memberikan kesempatan pada peserta untuk menyampaikan kendala yang dialami masing-masing puskesmas terkait akreditasi puskesmas.Ini adalah sesi diskusi seru antara peserta dengan narasumber. Cerita Ibu Erice (Dinkes Bintan)“Saya sehari-sehari di Dinkes Kab. Bintan di Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), kebetulan untuk akreditasi ini saya belum punya pengalaman karena masih baru itulah sebabnya saya mengikuti workshop ini.” Cerita Bapak Bambang (Dinkes Bintan)“Saya kasi rujukan dan mutu, membawahi tentang akreditasi puskesmas dan akreditasi rumah sakit”, ujar dr. Bambang.“Sudah BLUD ya?” tanya drg. Hunik."Puskesmas saya sudah BLUD dari tahun 2014. Pengalaman akreditasi adalah masalah tentang komitmen. Puskesmas berkomitmen, ternyata ada beberapa dari Dinkes kurang komitmen, jadi hanya instruksi dari atas, ujar dr. Bambang"Kami akreditasi sementara mereka sendiri tidak tau akreditasi itu apa. Akhirnya saya sampai ekspose mengenai akreditasi ke Dinkes sendiri. Melalui ekspose tersebut baru mereka faham mengenai akreditasi. Oh, akreditasi ini ternyata tidak bisa sendiri-sendiri, ada keterkaitan antar Dinkes dengan puskesmas. Karena akreditasi itu adalah catat apa yang dikerjakan dan kerjakan apa yang dicatat serta ada bukti. Setelah ekspose Dinkes baru tahu kalau akreditasi itu seperti ini."“Tadinya waktu di tunjuk untuk akreditasi, asal tunjuk atau ada SK-nya?”, tanya drg. Hunik.“Ditunjuk, karena puskesmas kami menjadi percontohan di KEPRI yang telah BLUD dan sudah ISO, sehingga dari provinsi menunjuk puskesmas kami. Kami sendiri jadi kalang kabut. Untuk mengetahui mengenai akreditasi, kami mengirim misalnya admin kami ke puskesmas yang sudah akreditasi ke Jawa.”, Jawab Bapak Bambang.“Itu tanpa bantuan Dinkes?”tanya drg. Hunik."Itu dari kami sendiri, karena kita sudah BLUD jadi mempunyai anggaran untuk membiayai sendiri. Ketika menjelang penilaian baru ada tim pendamping dari Dinkes. Kami ditunjuk untuk akreditasi sejak tahun 2015, tetapi belum bisa akreditasi karena belum ada pendamping. Baru pada 2016 ada pendamping, begitu ada pendamping kami langsung diminta untuk penilaian.""Kelemahan kami memang ada di pokja admin, dimana kurang faham mengenai Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Kelemahan kami karena tidak tercatat serta tidak ada bukti otentiknya. Sebenarnya hal itu sudah dilakukan setiap bulan. Misalkan logmin lintas sektor memang setiap 4 bulan sekali kami melakukan logmin lintas sektor. Kami sering melakukan rapat, karena hanya dilingkungan puskesmas, kami tidak menggunakan undangan. Padahal undangan penting sebagai bukti otentik adanya rapat. Disitulah kelemahannya, akhirnya saat keluar hasilnya, kami mendapat akreditasi dasar." Cerita Ibu Kania (Dinkes Kab. Garut) Dari pengalaman lalu-lalu memang betul untuk komitmen menjadi satu itu susah sekali. Selain itu terkadang arahan dari tim pendamping berbeda. Untuk akreditasi, yang utama harus membuat pedoman manual mutu. Tim pendamping itu kurang bisa mengarahkan bagaimana harus menyusun pendoman manual mutu. Jadi belum memahami pedoman akreditasi itu bagaimana? Dinas harusnya itu sudah paham mengenai arah akreditasi, jadi ketika konsultasi tidak dilempar. Kelemahan puskesmas saya itu admin. Kita mungkin kurang terstruktur dari awal. Kemudian SDM itu sebagian besar di isi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Jabatan Fungsional Umum (JFU) jadi kurang mampu untuk jadi admin. Cerita Ibu Sri (Dinkes Kab. Garut) Saya dari Dinkes Garut. Kendala yang kami hadapi adalah jumlah tim pendamping yang sedikit. Direncanakan bulan depan bisa dilatih 6 tim untuk pendamping sehingga total pendamping menjadi 8 tim. Selain itu, presepsi dari tim pendamping sendiri dan cara pendampingan perlu di evaluasi. Untuk itu kami mengharapkan evaluasi itu dari pusat, tim pendamping dari provinsi maupun dari kabupaten sudah sama atau belum karena ini juga masukan dari 7 puskesmas yang akan di survei tahun ini.Kendala lainya yakni bahwa untuk pendampingan akreditasi 100% dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Kami harapkan adalah ada evaluasi antara survei dari Kemenkes dan DAK, jadi jika menunggu dana DAK turun kita hanya punya waktu 3 bulan untuk melaksakan pendampingan sampai dilaksanakan survei. Walaupun untuk 7 puskesmas ini mendapatkan survei bulan April.“Apakah sudah BLUD?” tanya drg. Hunik.Sudah semuanya. Keluhan kami, menurut panduan yang kami baca, untuk panduan akreditasi 6-8 bulan siap untuk di survei, untuk Kabupaten Garut tidak semuanya bisa karena ada kendala internal dan eksternal yang kami hadapi. Permasalahan internal yang saya rasakan baru awal 2017 untuk advokasi tingkat pemda tingkat pemerintah kabupaten Garut yang kemarin saya perkirakan advokasinya sudah bagus ternyata setelah saya lihat untuk akreditasi ini sendiri dukungannya masih kurang bagus. Yang kedua persiapan internal memang kami harus persiapkan. Itu mungkin kendala dari kami sehingga saya harapkan mendapat pencerahan dari workshop ini mengenai akreditasi karena saya masih baru. Tanggapan drg. Hunik RimawatiTernyata sebagian besar mempunyai alasan sama. Langkah yang harus kita lakukan yakniPertama, menyenangi dulu, kalau kita melakukan dengan terpaksa akan terasa berat. Tapi kalau kita menyenangi dulu, mau kendala apapun akan terasa indah.Kedua, kalau kita melihat tadi, ada miss antar kedua belah pihak. Pihak puskesmas mengharapkan begini, Dinkes maunya begitu. Ini yang saya dulu di bidang pengembangan hadapi salah satunya ada di mutu. Ketika mau pelatihan pendamping, pertama kita dilatih 2 tim, waktu itu saya bilang ke kepala Dinkes, semua kepala harus ikut pelatihan. Karena apa? Karena nanti yang akan ditata ya bidang-bidangnya mereka. Kalau kepala bidangnya tidak tahu akreditasi, nanti bawahannya akan susah. Selanjutnya adalah kasi-kasi, jadi kita yang jadi pendamping itu kepala bidang dan kasi.Ada satu kelemahan di admin, selama ini berada di perencanaan, kalau kita baca manajemen puskesmas ada yang namanya perencanaan, ada loka karya mini, ada penilaian kinerja. Hampir semua tidak dilakukan. Yang dimaksud perencanaan itu mereka hanya Plan of Action (POA) Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), karena itu yang wajib. Padahal bukan, itu hanya bagian dari perencanaan.Manajemen kelemahannya selalu di evaluasi. Padahal evaluasi itu dipakai dasar untuk perencanaan berikutnya. Penilaian kinerja selama ini dilakukan atau tidak, dianalisis atau tidak. Analisis itu ibarat jam terbang. Semakin sering kita melakukan analisis, maka semakin tajam. Semakin tajam analisis maka semakin mengenai sasaran untuk interpensinya. Semakin ada interpensinya maka semakin jelas daya ungkit.Harusnya puskesmas jangan mencoret pengajuan (Plan of Action) POA-nya puskesmas. Masalahnya puskesmas sudah melakukan analisis belum. Kalau sudah melakukan analisis, biasanya tidak akan dicoret. Kenapa? karena yang paling tau masalahnya adalah puskesmas sendiri.Saya dulu ketika menjadi kepala puskesmas, ketika di Dinas dicoret, saya marah. Kenapa harus dicoret? Ini harusnya begini. Yang paling tau masalahnya adalah saya, saya sudah analisis akar permasalahnnya. Jadi Dinkes harus tau masalah akreditasi.Yang paling penting itu kita sudah melakukan analisis dan sudah membuat rencana tindak lanjut yang kita usulkan ke Dinas. Sebetulnya di akreditasi pada manajemen mutu itu adalah proses. Tidak harus bagus atau sempurna, tapi proses pemeliharaan dan proses pengurusan itu ada.Kita sudah melakukan analisis, oh ini kurang memenuhi syarat, itu bukan lagi wewenang kita. Ada yang memang wewenang kita, ada yang bukan wewenang kita langsung kita tindak lanjuti.Indikator komitmen ada dua yakni, mau terlibat dan mau meluangkan waktu. Jadi kepala puskesmas itu leader. Ketika membangun sistem, peran leader untuk membangun sistem minimal 75%. Jadi semua tergantung leadernya. Setelah itu, sedikit demi sedikit dikurangi peran leader. Kemudian motivasikan mereka untuk bersaing.Itulah petikan diskusi antara peserta dan narasumber pada Workshop Persiapan Akreditasi Puskesmas lalu. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing puskesmas mempunyai kendala tersendiri terkait akreditasi puskesmas. Apabila anda tertarik dan ingin mengadakan workshop dengan materi yang sama, Anda dapat kontak kami: Diana Septi ACP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.id
Workshop Pengelolaan Keuangan Klinik Swasta digelar oleh SYNCORE pada Sabtu, 22 April 2017 bertempat di Ruang Abimanyu I, Hotel Grage Jogja. Kegiatan workshop digelar dengan harapan peserta dapat meningkatkan dan mengaplikasikan sistem pengelolaan keuangan klinik jadi lebih baik dan professional. Acara workshop dihadiri oleh peserta yang berasal dari Klinik Indra Medika Purwakarta, Klinik Azadiah Garut, Klinik Rancajigang Medika dengan narasumber Rudy Suryanto, SE., M.Acc., Ak., CA, seorang akademisi dan senior partner Syncore. Saat memaparkan materi, Rudy Suryanto menjelaskan bahwa tugas klinik adalah memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu dan non-diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. Beliau menambahkan bahwa, pola pengelolaan klinik yang baik yaitu dengan memisahkan fungsi operasional dengan keuangan. Disamping itu, beliau menjelaskan mengenai tata kelola klinik. Tata kelola klinik dikelola berdasarkan pada prinsip transparansi (mempunyai laporan keuangan), akuntable (pertanggungjawaban), responsible (responsif terhadap tanggung jawab), independent (mandiri dalam mengambil keputusan) dan fairness (memperlakukan seseorang sesuai dengan hak dan kewajiban). Hal itu dapat di capai dengan menjalankan peran, tugas dan fungsi masing-masing, imbuhnya. Menurut beliau, bisnis, pola tata kelola dan manajemen merupakan masalah utama yang dihadapi oleh klinik saat ini, ujarnya. Selain dijelaskan materi mengenai pengelolaan keuangan klinik, pada workshop ini peserta juga diajak langsung untuk simulasi praktek langsung penyusunan laporan keuangan klinik dengan menginput data transaksi keuangan kedalam Software Pengelolaan Keuangan Klinik. Praktek ini dipandu langsung oleh Yosita Indriyani, konsultan keuangan Syncore. Apabila anda tertarik dan ingin mengadakan workshop dengan materi yang sama, kontak kami:Diana Septi ACP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.id
Sabtu, 22 April 2017 kemarin, SYNCORE menyelenggarakan workshop yang bertema “Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis SAK BLUD Puskesmas” yang dilaksanakan di Ruang Abimanyu II Hotel Grage Jogja. Workshop ini digelar bersamaan dengan tema workshop SYNCORE lainya yaitu Persiapan Akreditasi Puskesmas dan Workshop Pengelolaan Keuangan Klinik Swasta pada hari yang sama dengan narasumber yang berbeda. Workshop Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis SAK BLUD Puskesmas dinarasumberi oleh Niza Wibyana Tito, M.Kom yang dihadiri oleh peserta dari instansi Dinkes Kab. Banjar Kalimantan Selatan, Dinkes Kab. Garut serta Dinkes Bintan. Sebelum masuk ke materi inti, Bapak Tito, selaku narasumber, memberikan kesempatan pada peserta untuk menyampaikan mengenai hambatan yang dialami selama menjadi BLUD. “Kami telah BLUD, namun selama ini belum pernah melakukan pengelolaan keuangan berbasis BLUD, sehingga pada pemeriksaan audit BPK, kami mendapatkan permasalahan. Bagaimana cara melakukan pengelolaan keuangan BLUD pada umumnya?”, tanya peserta dari Dinkes Banjar. Pengelolaan keuangan BLUD pada umumnya telah tercantum dalam Permendagri No. 61 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan BLUD. Jadi untuk menuju proses tersebut para akuntansi harus mempelajari dan memahami peraturan tersebut, jelas Bapak Tito. Selanjutnya beliau menjelaskan mengenai mekanisme pengelolaan keuangan BLUD puskesmas, mulai dari alur penerimaan sampai pengeluaran. Tak lupa, beliau juga menjelaskan mengenai pengantar Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Acara kemudian dilanjutkan dengan simulasi praktek menyusun laporan keuangan SAK menggunakan Aplikasi Pengelolaan Keuangan BLUD. Melalui Aplikasi Pengelolaan Keuangan BLUD, peserta di ajak untuk mencoba langsung dengan menginput data transaksi keuangan. Praktek diakhiri dengan pengecekan secara bersama dari hasil yang sudah dikerjakan. Hasil inputan transaksi keuangan yang telah dikerjakan akan menghasilkan output berupa laporan keuangan SAK yang dapat diprint langsung dari aplikasi. Acara yang dimulai pukul 08.30-17.00 wib ini berakhir sukses. Peserta merasa puas akan pelaksanaan workshop hari itu. Hal ini terlihat dengan antusias peserta saat materi diberikan ditambah dengan simulasi langsung menyusunan laporan keuangan SAK. Hal itu juga terlihat saat proses tanya jawab, peserta menanyakan apa yang kurang difahami.Acara workshop diakhiri dengan foto bersama antara peserta dengan narasumber. Terimakasih pada seluruh peserta yang telah mengikuti workshop yang diselenggarakan oleh SYNCORE.Demo Aplikasi Pengelolaan Keuangan BLUD dapat dilihat disini Apabila anda tertarik dan ingin mengadakan workshop dengan materi yang sama, Anda dapat kontak kami: Diana Septi ACP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.id
Sekedar berbagi cerita, hari Jumat 21 April 2017, SYNCORE menggelar seminar ini:“Seminar Sinkronisasi Pengelolaan Dana BPJS dan Akreditasi Untuk Puskesmas BLUD & Klinik Swasta“, yang diadakan di Ruang Abimanyu Hotel Grage Jogja. Pada Seminar ini, peserta mendapat ilmu mengenai kebijakan-kebijakan terbaru yang telah terupdate terkait dengan akreditasi dan pengelolaan BLUD.Di ruangan ini di isi oleh peserta seminar dari berbagai instansi puskesmas maupun klinik dari berbagai kota yang ada di Indonesia.Foto antara peserta dan narasumber ini diambil saat sebelum acara seminar di mulai di Ruang Abimanyu Hotel Grage. Acara pembuka setelah foto bersama adalah speech oleh Niza Wibyana Tito, M.Kom selaku Direktur PT. Syncore Indonesia.Beliau mengucapkan terimakasih atas partisipasi peserta seminar yang telah jauh-jauh datang ke Jogja untuk mengikuti seminar yang di adakan oleh Syncore.Beliau menambahkan semoga dengan mengikuti seminar ini, ilmu yang di dapat bisa bermanfaat dan di implementasikan pada masing-masing instansi mereka.Berikutnya, adalah inti seminar, yaitu isian materi dari masing-masing narasumber. Oh iya, sekedar menginformasikan, seminar ini menghadirkan 5 narasumber sekaligus dalam 1 panggung.Buat yang belum tahu, saya perkenalkan satu persatu. Siapa saja mereka?Pertama, Ir. Bejo MulyonoBeliau adalah mantan Kasubdit BLUD dan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri serta pengurus pusat ARSADA bidang pengembangan BLUD. Beliau memaparkan materi mengenai Pola Pengelolaan BLUD serta update peraturan terbaru mengenai puskesmas BLUD. Kedua, Dr. RM. Okie Hapsoro Binanda Putra, M.Kes, MMRBeliau adalah Kepala Dinas Kesehatan Kab. Wonosobo Jawa tengah, yang mengisi materi mengenai kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Ketiga, Rudy Suryanto, SE., M.Acc.,Ak.,CASeorang akademisi dan konsultan BLUD yang telah berpengalaman mengisi berbagai pelatihan mengenai BLUD, beliau mengisi materi mengenai sinkronisasi pengelolaan dana BPJS dan akreditasi untuk puskesmas BLUD dan klinik swasta. Keempat, Dr. Tjahyono Kuntjoro, MPH., Dr.PHMerupakan komisi akreditasi FKTP pusat, yang mengisi materi mengenai strategi persiapan akreditasi FKTPKelima, Sri MugirahayuKepala BPJS Kesehatan cabang Yogyakarta, yang memaparkan materi mengenai kebijakan-kebijakan dana BPJS pada puskesmas dan klinik swasta. Nantikan kelanjutan cerita mengenai seminar ini….
Dalam rangka membantu pelaku UMKM agar mampu berkembang dan berjalan sesuai jalurnya, bertempat di Ruang Tengah Syncore pada Rabu, 19 April 2017 telah dilaksanakan Kelas Akselerasi Kejar UMKM. Acara ini diikuti oleh Komunitas Kejar UMKM yang terdiri dari pelaku UMKM mulai dari onlineshop sampai frenchise. Kelas Akselerasi Kejar UMKM ini merupakan serangkaian kegiatan yang pernah di lakukan sebelumnya pada tanggal 21 Maret 2017 dengan tema yang berbeda “Memulai Usaha”.Pada kesempatan ini, Kelas akselerasi mengambil tema “Menata Usaha” yang dinarasumberi oleh Rudy Suryanto. Pada kesempatan tersebut beliau menjelaskan mengenai bagaimana cara mengukur titik impas (break even point). Break even point merupakan titik dimana pendapatan usaha sama dengan biaya yang dikeluarkan. Break even point ini merupakan ukuran penting dalam menjalankan usaha. Disamping itu, beliau juga menambahkan, jangan mudah puas dengan penjualan yang tinggi, karena belum tentu penjualan yang tinggi menandakan kesuksesan suatu usaha. Karena, bisa jadi pelaku usaha tersebut baru mencapai break even point.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu dalam pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Untuk itu, Pusat-pusat kesehatan, salah satunya KLINIK, perlu dijamin sistim pelayanan klinis dan manajemen mutu dengan aman dan minim dari resiko serta perbaikan proses pelayanan secara kansisten dan berkesinambungan. Disinilah perlu adanya penilaian Akreditasi. Maka itu, akreditasi penting dimana tujuan utama adalah pembinaan peningkatan mutu dan kinerja terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu, dan penyelenggaraan klinis serta penerapan manajemen resiko. Untuk bisa Akreditasi, haruslah menenuhi standar-standar yang telah dilakukan oleh Komisi Akreditasi. Standar-standar tersebut haruslah dipenuhi dengan dokumen dan bukti telusur. Sehingga, dokumen harus di persiapkan dengan benar. Pendampingan dalam penyusunan dokumen Akreditasi merupakan salah satu faktor penting. Dalam Penyusunan Dokumen Akreditasi KLINIK, SYNCORE siap untuk membantu persiapan dokumen Akreditasi Klinik. Output apa saja yang dihasilkan? 1.Buku Pola Tata Kelola 2.Dokumen Keuangan Akreditasi, berupa: a.Dokumen Perencanaan Anggaran Klinik b.Dokumen Penggunaan Anggaran Klinik c.Hasil Monitoring Pelaksanaan Anggaran d.Surat Keputusan Tanggung Jawab Pengelola Keuangan Klinike.Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan Anggaran dalam Pelaksanaan UKM dan Pelayanan f.Dokumen Pembukuan Klinik g.Standard Operating Procedure (SOP) Audit Keuangan Klinik h.Pedoman Audit Keuangan i.Surat Keputusan Petugas Pengelola Keuangan Klinik j.Uraian Tugas dan Wewenang Pengelola Keuangan Klinik Untuk informasi selengkapnya, kontak kami ke:Diana Septi ACP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.idTelp 0274 – 488 599
Gimana Jadinya jika perusahaan tidak mempunyai Standard Operating Procedure (SOP) Keuangan? SOP, yang terkait dengan keuangan, diperlukan dalam sebuah perusahaan. Tanpa aturan yang jelas untuk pengelolaan keuangan maka sangat dimungkinkan terjadi penyelewengan atau pemborosan. Untuk itu… Menyusun SOP Keuangan itu penting. Perusahaan harus memiliki pengendalian internal yang memadai dan mampu menghasilkan informasi keuangan yang dapat difahami, relevan, dapat di bandingkan, dapat diandalkan, serta sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi umum yang berlaku. Nah, Bagi Anda yang ingin mendaptakan informasi keuangan secara tepat waktu, akurat, lengkap. Mungkin saatnya Anda untuk memiliki SOP Keuangan untuk perusahaan Anda. SYNCORE siap untuk membantu dalam menyusun SOP Keuangan yang sesuai dengan karakteristik perusahaan Anda. Mengapa? Karena SYNCORE sudah berpengalaman dalam penyusunan SOP Keuangan yang lebih fokus dan selesai tepat waktu dengan didampingi oleh konsultan keuangan yang berpengalaman. Penyusunan SOP Keuangan ini bertujuan untuk: Memberikan pedoman kebijakan, alur dan prosedur akuntansi keuangan yang harus ditempuh agar sesuai dengan perkembangan praktik-praktik akuntansi yang lazim berlaku di Indonesia, serta memudahkan dalam menyusun laporan keuangan bagi staf akuntansi dan keuangan.Agar terdapat keseragaman dan konsistensi dalam pencatatan transaksi keuangan.Agar terjaga kualitas laporan keuangan yang dapat diandalkan, netral / tidak berpihak, memberikan informasi yang lengkap, dan dapat diperbandingkan.Agar mampu menghasilkan laporan keuangan yang tepat waktu dan dapat dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi semua pemakai laporan.Agar aktivitas keuangan dijalankan dengan sistem pengendalian internal yang memadai.Output apa saja yang dapat dihasilkan? 1.Pedoman Kebijakan Akuntansi dan Keuangan 2.Prosedur Pencatatan dan Pelaporan Akuntansi Program Kerja No Proses Keterangan 1 Initial Meeting Mengumpulkan kebutuhan dan ekspektasi klien, lewat tatap muka, email atau telepon. Memberikan penjelasan tentang apasaja yang SYNCOREbisa bantu 2 Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Menyusun ruang lingkup, jangka waktu, bentuk output, dan rancangan tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di klien 3 Kick Off Meeting Mempresentasikan kerangka acuan kerja, membahas dan menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK), membuat surat tugas untuk Team SYNCORE, mengenalkan Team SYNCORE ke karyawan klien yang terkait. 4 Penyusunan Program Kerja Menyusun program kerja dari pemahaman awal lewat wawancara dengan owner, manajer atau karyawan kunci, dengan sudah merinci pembagian pekerjaan /penanggungjawab (PIC) dan batas waktu/deadline di masing-masing pekerjaan tersebut, termasuk juga menyepakati jadwal kunjungan ke klien dan presentasi draft hasil pekerjaan 5 Assessment & Preliminary Melakukan pemetaan masalah lewat telaah dokumen, wawancara mendalam, diskusi maupun kuesioner dan mengklasifikasikan masalah-masalah ke dalam kelompok masalah dan memberikan rekomendasi 6 Penyusunan SOP Menyusun Buku 1 dan Buku 2 dengan terlebih dahulu melakukan observasi, wawancara, dan review dokumen-dokumen yang ada di klien. 7 Presentasi & Pelaporan Melakukan presentasi atas draft SOP untuk meminta klarifikasi dari klien atas kesesuaian antara SOP yang disusun dengan kondisi klien dan mencetak dalam bentuk buku untuk versi final. Apabila perusahaan Anda kesulitan dalam menyusun SOP Keuangan, silahkan menghubungi : Diana Septi ACP: 0877 38 900 800 /training@syncore.co.idTelepon Kantor: 0274 – 488 599